Rabu, 10 Agustus 2011

Belenggu Pembangunan di TONGALINO


Desa Tongalino, Kab. Konawe Utara

Pembangunan pedesaan idealnya harus bergerak bersamaan dengan gerbong pembangunan mental masyarakatnya, karena pembangunan tidak saja masalah peningkatan kualitas wilayah, tapi lebih pada bagaimana meng-up grade kemampuan manusianya dalam mengelola hasil pembangunan.

Tujuan Program Pembangunan Infrastruktur Pembangunan Pedesaan (PPIP) tpada ahun anggaran 2008 tidak dapat dilanjutkan disalah satu desa sasaran PPIP di Konawe Utara. Desa Tongalino Kec. Lembo Kab. Konawe Utara yang secara demografi miskin penduduk (49 rumah yang dihuni 71 KK) nampaknya mengalami kebuntuan menentukan sasaran program sesuai maksud dan tujuan PPIP.

Kucuran dana sebesar Rp. 250 juta yang telah disiapkan oleh pemerintah melalui APBN untuk membangun infrastruktur pedesaan terhambat pada proses verifikasi usulan Rencana Kegiatan Masyarakat (RKM) dimana sesuai prioritas kegiatan direncanakan perpipaan air bersih dengan memanfaatkan sumber dari mata air di pegunungan yang akan dialirkan dengan sistem gravitasi, memiliki debit air yang sangat kecil untuk sekadar memenuhi air bersih untuk keperluan minum masyarakat. Disisi lain rancangan tim teknis yang menangani air bersih pedesaan yang menganjurkan pemanfaatan sumur artesis yang akan ditarik menggunakan pompa juga terkendala pada kemampuan masyarakat dalam mengelola dan menganggarkan dana pemeliharaan untuk keberlanjutan pemanfaatannya.

Strategi penyiapan dana pemeliharaan yang dibuat pemerintah, diadopsi berdasarkan pola pembangunan berkelanjutan yang telah banyak dilakukan dengan sumber pembiayaan Bank Dunia. Prinsipnya kegiatan ini melibatkan masyarakat mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pemeliharaan, dimana Pemerintah melalui kucuran dana Rp. 250 juta per desa bertanggungjawab terhadap biaya pembangunan termasuk upah yang akan melibatkan masyarakat. Pemeliharaannya yang melibatkan masyarakat dengan mengatur besaran biaya pemeliharaan pertahunnya dan ditanggung secara bersama-sama dengan masyarakat.

Ironisnya untuk kepentingan pemeliharaan masyarakat menjadi 'tidak percaya diri' dan menciptakan dirinya dalam belenggu 'kemiskinan' dengan menyatakan tidak sanggup, walaupun untuk pemeliharaannya dibutuhkan sekitar Rp. 20.000 per rumah (49 rumah). Kenyataan yang sekaligus menjadi pelajaran penting dalam memaknai nilai pembangunan. Di saat begitu banyak desa mengajukan proposal peningkatan kualitas desanya, masyarakat Desa Tongalino yang sudah mendapatkan kepercayaan pemerintah untuk merencanakan pengalokasian dana Rp. 250 juta ini justru tak berdaya ditengah kelemahannya sendiri membangun ritual kebersamaan masyarakat desa.

Namun berbalik pada kenyataan heterogennya masyarakat Tongalino yang berasal dari beberapa suku dan agama. Terlihat bahwa sikap egoisme dan saling mencurigai adalah salah satu belenggu yang bisa jadi masih menjerat kencang urat nadi kebersamaan. Pada kondisi ini tak salah kiranya jika disuarakan kalimat 'Pemerintah Berpikir, Rakyat Menolak'..............

Tidak ada komentar: