Jumat, 05 Agustus 2011

Sawit di Konawe Utara



Langgikima, Konawe Utara
Indonesia saat ini merupakan pemasok kebutuhan minyak sawit utama dunia, melebihi kemampuan negara tetangga Malaysia. Tahun lalu Indonesia memproduksi 16,9 juta ton minyak sawit, sedang Malaysia 15,82 juta ton. Apabila minyak sawit tetap menjadi kebutuhan dunia, hampir dipastikan Indonesia akan menempatkan petani-petani sawit mendulang rupiah beberapa tahun kedepan.

Pengembangan tanaman kelapa sawit telah merambah hampir seluruh wilayah nusantara, Pulau Kalimantan, Sumatra, Sulawesi dan beberapa wilayah lainnya telah menjadikan sawit prioritas utama pengembangan. Kalau ada areal perkebunan baru, sawit lah yang menjadi acuan investasi jangka panjang. Selain karena harga pasar dunia yang cukup baik, tantangan pembudidayan tanaman dirasakan masih kecil.

Sistem pengembangan Kelapa Sawit yang diterapkan dengan cara plasma pun telah mendorong pengembangan tanaman ini merambah hampir keseluruhan wilayah transmigrasi dan melibatkan begitu banyak tenaga kerja di sektor persawitan. Sulawesi Tenggara, khususnya Konawe Utara merupakan salah satu areal pengembangan yang saat ini memiliki potensi persawitan nasional, sekitar 20.000 hektar lahan kini telah diupayakan sebagai lahan sawit. Untuk luasan ini telah dilakukan pembukaan lahan jauh kehutan-hutan/pegunungan di perbatasan Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah. 

Disisi lingkungan pengembangan sawit memang telah menjadi masalah tersendiri, karena pembukaan lahan secara besar-besaran telah menjadikan sawit dituding sebagai produk yang tidak 'pro lingkungan'. Asumsinya bahwa untuk penanaman di areal sawit dibutuhkan lahan yang terbuka untuk beberapa waktu lamanya secara bersama-sama, hal ini berakibat pada sistem tata air dan tentunya cerita tentang ozon adalah tuntutan yang paling populer.
Lantas kaitannya dengan sistem sosial, khusus di Konawe Utara - areal penanaman sawit memiliki potensi konflik tersendiri. Hubungannya dengan pemanfaatan dan izin wilayah yang berada pada zona yang sama dengan kegiatan penambangan nikel, akan terjadi pola eksplotasi yang cenderung berkompetisi dengan melibatkan masyarakat sebagai pengelola yang diperkerjakan pada masing-masing kegiatan. Sehingga perlu dilakukan monitoring sekaligus kebijakan dalam mengawal pergerakan kegiatan yang sama-sama memiliki potensi rupiah bahkan dollar ini. Sudah waktunya dilakukan pengendalian sekaligus baik dari sisi lingkungan maupun pada ancaman konflik sosial....

Tidak ada komentar: